A. PENDAHULUAN
Keperawatan sebagai salah satu bentuk pelayanan profesional merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari upaya pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Bahwa pelayanan keperawatan merupakan salah satu faktor penentu baik buruknya mutu dan citra rumah sakit, oleh karenanya kualitas pelayanan keperawatan perlu dipertahankan dan ditingkatkan seoptimal mungkin.
Asuhan keperawatan yang aman artinya standar yang dibuat harus menjamin bahwa itu aman untuk pasien dan perawat, karena profesi seharusnya mempunyai komitmen untuk melindungi masyarakat dari praktek yang merugikan dan juga profesi seharusnya bertanggung jawab terhadap kompetensi perawat sesuai dengan standar yang dibuat. Efektif bisa berarti dengan biaya yang sedikit mampu menghasilkan yang terbaik, dan etis berarti standar juga harus memperhatikan etik yang secara moral bisa dipertanggung jawabkan.
Hasil penelitian Annas dkk, (2000) menunjukan bahwa pelayanan tirah baring di sebuah RS di Makasar, di bawah standar, karena ada 15,8 % dari pasien yang dirawat terjadi decubitus. Damayanti dkk (1999) menyatakan bahwa 52,4 % perawat di instalasi rawat darurat tidak mencuci tangan sebelum menolong pasien. Dari gambaran tersebut terlihat bahwa pelayanan keperawatan perlu terus ditingkatkan secara terus menerus.
Kita sadari bahwa profesi keperawatan yang diakui sebagai profesi tahun 1983, berarti sudah 17 tahun. Tetapi sangat terasa bahwa sebagai profesi masih banyak kendala yang dihadapi antara lain:
B. PELAYANAN KEPERAWATAN
1. Perubahan Paradigma Pelayanan
Paradigma merupakan sekumpulan asumsi atau anggapan yang memungkinkan seseorang menciptakan realitasnya sendiri (Tjiptono 1997) Pelayanan pada masyarakat di masa datang itu hendaknya : makin lama makin baik (better), makin lama makin cepat (faster), makin lama makin diperbaharui (newer), makin lama makin murah (cheaper) dan makin lama makin sederhana (more simplel).
W.Edwards Deming telah mengembangkan apa yang disebut "Total Quality Management” (Manajemen Mutu Terpapu) (Gaspersz, 19970.Total Q uality Managemen (TQM) telah berhasil mengatasi berbagai permasalahan diperusahaan sehingga dapat meningkatkan mutu dan sekaligus menekan biaya serta mengatiasi permasalahan lainnya.
Pada awalnya TQM diterapkan didunia usaha. Oleh karena keberhasilannya, maka instansi pemerintah kemudian mencoba menerapkannya, misalnya TQM diterapkan di Angkatan udara Amerika Serikat (Creech, 1996). Total Quatity Management merupakan paradigma baru dalam manajemen yang berusaha memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan secara berkesinambungan atas mutu barang, jasa, manusia dan lingkungan organisasi. TQM hanya dapat dicapai dengan memperhatikan hal -hal berikut ini( Tjjptono19 97) :
1) Berfokus pada pelanggan yang menentukan mutu barang dan jasa adalah pelanggan eksternal. Pelanggan internal berperan d alam menentukan mutu manusia, proses dan lingkungan yang berhubungan dengan barang atau jasa.
2) Obsesi terhadap mutu. Penentu akhir mutu adalah pelanggan internal dan eksternal. Dengan mutu yang ditentukan tersebut organisasi harus berusaha memenuhi atau melebihi yang telah ditentukan.
3) Pendekatan ilmiah.Terutama untuk merancang pekerjaan dan proses pembuatan keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang dirancang tersebut.
4) Komitmen jangka panjang. Agar penerapan TQM dapat berhasil, dibutuhkan budaya.
5) KerjasamaTim. Untuk menerapkan TQM, kerjasama tim ,kemitraan dan hubungan perlu terus menerus dijalin dan dibina, baik antar aparatur dalam organisasi maupun dengan pihak luar (masyarakat).
6) Perbaikan sistem secara berkesinambungan. Setiap barang dan jasa dihasilkan melalui proses-proses di dalam suatu sistem/lingkungan. Oleh karena itu, sistem yang ada perlu diperbaiki secara terus menerus agar mutu yang dihasilkan meningkat.
7) Pendidikan dan pelatihan dalam organisasi yang menerapkan TQM, pendidikan dan pelatlhan merupakan faktor fundamental. Disini berlaku prinsip belajar merupakan proses yang tidak ada akhirnya dan tidak mengenal batas usia.
2. Pelayanan Mengacu pada Kepuasan Pelanggan/Klien
Kepuasan didefinisikan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandignkan kinerja (hasil) yang dirasakan dengan harapannya. Oleh karena itu, maka tingkat kepuasan adalah perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Dengan demikian apabila dikaitkan dengan pelanggan/klien, maka pelanggan dapat merasakan hal-hal sebagai beriku :
1) Kalau kinerjanya dibawah harapan, pelanggan akan merasa kecewa.
2) Kalau kinerjanya sesuai harapan, pelanggan akan merasa puas.
3) Kalau kinerjanya melebihi harapan, pelanggan akan sangat puas.
Bagi perawat, pelayanan yang perlu mendapat perhatian adalah orang yang sangat puas akan mempunyai ikatan emosional dengan suatu pelayanan atau jasa dan ini menyebabkan loyalitas klien menjadi tinggi. Oleh karena itu, perawat selaku pemberi pelayanan dihadapkan pada tantangan membangun budaya organisasi, yaitu agar semua orang yang berada dilingkungan institusi perawatan bertujuan memuaskan kepuasan klien.
Kepuasan klien merupakan tujuan utama pelayanan prima. Oleh karena itu setiap perawat pemberi pelayanan berkewajiban untuk berupaya memuaskan kliennnya. Kepuasan klien dapat dicapai apabila perawat mengetahui siapa kliennya, baik klien internal maupun klien eksternal. Dengan mengetahui siapa kliennya, maka perawat akan dapat mengidentifikasi apa keinginan kliennya.
Kepuasan pelanggan/klien dapat dicapai apabila keinginan atau harapan pelanggan dapat terpenuhi. Mengenai mutu, Tjiptono (1997) menyalakan bahwa sedikitnya ada tiga level (tingkat) harapan pelanggan/klien, yaitu :
1) Harapan pelanggan/klien yang paling sederhana dan berbentuk asumsi "must have" atau "take it for granted". Misalnya (a) saya berharap perawatan saya sampai selesai dan sembuh, atau (b) saya berharap perawat dapat melayani saya dengan aman dan menangani penyakit saya dengan benar.
2) Pada level kedua, kepuasan pelanggan/klien dicerminkan dalam pemenuhan persyaratan dan atau spesifikasi terertentu. Misalnya :
Paradigma merupakan sekumpulan asumsi atau anggapan yang memungkinkan seseorang menciptakan realitasnya sendiri (Tjiptono 1997) Pelayanan pada masyarakat di masa datang itu hendaknya : makin lama makin baik (better), makin lama makin cepat (faster), makin lama makin diperbaharui (newer), makin lama makin murah (cheaper) dan makin lama makin sederhana (more simplel).
W.Edwards Deming telah mengembangkan apa yang disebut "Total Quality Management” (Manajemen Mutu Terpapu) (Gaspersz, 19970.Total Q uality Managemen (TQM) telah berhasil mengatasi berbagai permasalahan diperusahaan sehingga dapat meningkatkan mutu dan sekaligus menekan biaya serta mengatiasi permasalahan lainnya.
Pada awalnya TQM diterapkan didunia usaha. Oleh karena keberhasilannya, maka instansi pemerintah kemudian mencoba menerapkannya, misalnya TQM diterapkan di Angkatan udara Amerika Serikat (Creech, 1996). Total Quatity Management merupakan paradigma baru dalam manajemen yang berusaha memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan secara berkesinambungan atas mutu barang, jasa, manusia dan lingkungan organisasi. TQM hanya dapat dicapai dengan memperhatikan hal -hal berikut ini( Tjjptono19 97) :
1) Berfokus pada pelanggan yang menentukan mutu barang dan jasa adalah pelanggan eksternal. Pelanggan internal berperan d alam menentukan mutu manusia, proses dan lingkungan yang berhubungan dengan barang atau jasa.
2) Obsesi terhadap mutu. Penentu akhir mutu adalah pelanggan internal dan eksternal. Dengan mutu yang ditentukan tersebut organisasi harus berusaha memenuhi atau melebihi yang telah ditentukan.
3) Pendekatan ilmiah.Terutama untuk merancang pekerjaan dan proses pembuatan keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang dirancang tersebut.
4) Komitmen jangka panjang. Agar penerapan TQM dapat berhasil, dibutuhkan budaya.
5) KerjasamaTim. Untuk menerapkan TQM, kerjasama tim ,kemitraan dan hubungan perlu terus menerus dijalin dan dibina, baik antar aparatur dalam organisasi maupun dengan pihak luar (masyarakat).
6) Perbaikan sistem secara berkesinambungan. Setiap barang dan jasa dihasilkan melalui proses-proses di dalam suatu sistem/lingkungan. Oleh karena itu, sistem yang ada perlu diperbaiki secara terus menerus agar mutu yang dihasilkan meningkat.
7) Pendidikan dan pelatihan dalam organisasi yang menerapkan TQM, pendidikan dan pelatlhan merupakan faktor fundamental. Disini berlaku prinsip belajar merupakan proses yang tidak ada akhirnya dan tidak mengenal batas usia.
2. Pelayanan Mengacu pada Kepuasan Pelanggan/Klien
Kepuasan didefinisikan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandignkan kinerja (hasil) yang dirasakan dengan harapannya. Oleh karena itu, maka tingkat kepuasan adalah perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Dengan demikian apabila dikaitkan dengan pelanggan/klien, maka pelanggan dapat merasakan hal-hal sebagai beriku :
1) Kalau kinerjanya dibawah harapan, pelanggan akan merasa kecewa.
2) Kalau kinerjanya sesuai harapan, pelanggan akan merasa puas.
3) Kalau kinerjanya melebihi harapan, pelanggan akan sangat puas.
Bagi perawat, pelayanan yang perlu mendapat perhatian adalah orang yang sangat puas akan mempunyai ikatan emosional dengan suatu pelayanan atau jasa dan ini menyebabkan loyalitas klien menjadi tinggi. Oleh karena itu, perawat selaku pemberi pelayanan dihadapkan pada tantangan membangun budaya organisasi, yaitu agar semua orang yang berada dilingkungan institusi perawatan bertujuan memuaskan kepuasan klien.
Kepuasan klien merupakan tujuan utama pelayanan prima. Oleh karena itu setiap perawat pemberi pelayanan berkewajiban untuk berupaya memuaskan kliennnya. Kepuasan klien dapat dicapai apabila perawat mengetahui siapa kliennya, baik klien internal maupun klien eksternal. Dengan mengetahui siapa kliennya, maka perawat akan dapat mengidentifikasi apa keinginan kliennya.
Kepuasan pelanggan/klien dapat dicapai apabila keinginan atau harapan pelanggan dapat terpenuhi. Mengenai mutu, Tjiptono (1997) menyalakan bahwa sedikitnya ada tiga level (tingkat) harapan pelanggan/klien, yaitu :
1) Harapan pelanggan/klien yang paling sederhana dan berbentuk asumsi "must have" atau "take it for granted". Misalnya (a) saya berharap perawatan saya sampai selesai dan sembuh, atau (b) saya berharap perawat dapat melayani saya dengan aman dan menangani penyakit saya dengan benar.
2) Pada level kedua, kepuasan pelanggan/klien dicerminkan dalam pemenuhan persyaratan dan atau spesifikasi terertentu. Misalnya :
(a) saya berharap dilayani dengan ramah oleh perawat, atau
(b) saya pergi ke rumaha sakit dan perawatnya ternyata sangat ramah, informalif dan suka menolong saya.
3) Pada level ketiga ini pelanggan menuntut suatu kesenangan (delightfulness) atau jasa yang demikian bagusnya, sehingga membuat pelanggan tertarik. Misalnya
3) Pada level ketiga ini pelanggan menuntut suatu kesenangan (delightfulness) atau jasa yang demikian bagusnya, sehingga membuat pelanggan tertarik. Misalnya
(a) perawat memberi semua pasien pelayanan yang sama tanpa membedakan kaya dan miskin, pejabat atau jelata dan sebagainya.
(b) semua perawat melayani saya dengan penuh respek dan menjelaskan sesuatunya secara cermat. Akan tetapi yang paling mengesankan saya adalah ketika mereka menelepon saya di rumah hari berikutnya dan menanyakan apakah saya baik-baik saja.
3) Mutu Pelayanan yang Prima
a) Konsep Mendahulukan Kepentingan Pelanggan.
Pelayanan Prima adalah pelayanan yang memuaskan pelanggan/klien. Salah satu indikator adanya kepuasan pelanggan/klien adalah tidak adanya keluhan dari pelanggan/klien. Akan tetapi, didalam praktek k.eluhan-keluhan pelanggan/klien ini akan selalu ada. Perawat pemberi pelayanan wajib menanggapi dan menghadapi keluhan pelanggan/klien tersebut untuk kepentingan dan kepuasan pelanggan/klien. Untuk itu, pemberi pelayanan (perawat) perlu mengetahui sumber-sumber keluhan pelanggan/klien dan mengetahui cara-cara mengatasi keluhan pelanggan/klien.
Menurut Endar Sugiarto (1999), sumber-sumber keluhan pelanggan antara lain adalah : pelanggan internal dan pelanggan eksternal. Pelanggan internal adalah pegawai instansi/orgnaisasi yang bersangkutan dan para pemimpin instansl/organiasasi yang bersangkutan. Seorang pegawai suatu instansi/organisasi yang tidak betah bekerja karena lingkungan kerja dan situasi pegawai yang ada di dalamnya. Suasana nyaman dan harmonis akan mempengaruhi kesiapannya dalam menghadapi pelanggan eksternal. Para pemimpin instansi/organisasi dapat menjadi sumber keluhan, karena pemimpin sering mendapat masukan dari pada pelanggan eksternal tentang pelayanan di instansinya. Perhatian utama suatu instansi/organisasi adalah pelanggan eksternal, yaitu masyarakat. Kunci utama keberhasilan pelayanan terletak pada cara instansi/organisasi tersebut memperlakukan pelanggan eksternal ini. Untuk pelayanan keperawatan maka semua karyawan adalah mitra dalam memberikan pelayanan sehingga muncul rasa nyaman dan harmonis. Hal tersebut sangat mendukung untuk pelayanan yang prima terhadap pelanggan/klien ekstenal yaitu orang lain (masyarakat) di luar institusi/organisasi
1) Kategori Keluhan Pelanggan:
Menurut Endar Sugiarto (1999), keluhan pelanggan dapat dikategorikan/dikelompokkan menjadi empat, yaitu:
• Mechanical Complaint (Keluhan Mekanikal)
Mechanical clomplaint adalah suatu keluhan yang disampaikan oleh pelanggan sehubungan dengan tidak berfungsinya peralatan yang dibeli/disampaikan kepada pelanggan tersebut. Dalam hal pelayanan keperawatan maka peralatan yang dimaksud adalah semua peralatan yang berhubungan dengan pelayanan perawatan saat perawat memberikan pelayanan.
• Attitudinal Comptant (Keluhan akibat sikap petugas pelayanan)
Attitudinal complaint adalah keluhan pelanggan yang timbul karena sikap negative petugas pelayanan (perawat) pada saat melayani pelanggan/klien. Hal ini dapat dirasakan oleh pelanggan/klien melalui sikap tidak peduli dari petugas pelayanan (perawat) terhadap pelanggan/klien.
• Service Related Complaint (Keluhan yang berhubungan dengan pelayanan)
Service related complaint adalah suatu keluhan pelanggan/klien karena hal-hal yang berhubungan dengan pelayanan itu sendiri. Misalnya seseorang mendaftar untuk berobat/rawat jalan, ternyata formulir pendaftaran (family folder) belum siap dan oleh petugas diminta untuk menunggu.
• Unusual Complaint (Keluhan yang aneh)
Unusual complaint adalah keluhan pelanggan/klien yang bagi petugas merupakan keanehan (tjdak wajar/tidak umum). pelanggan yang mengeluh seperti ini sebenarnya secara psikologis adalah orang-orang yang hidupnya tidak bahagia atau kesepian.
2) Cara mengatasi keluhan pelanggan
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menghadapi keluhan pelanggan/klien,antara lain adalah:
o Pelanggan biasanya marah pada saat menyampaikan ke luhan. Oleh karena itu perawat tidak boleh terpancing untuk ikut marah.
o Perawat tidak boleh memberikan janji-janji yang sebenarnya sulit dipenuhi serta tidak menjanjikan sesuatu yang berada di luar wewenangnya
o Jika permasalahan tidak dapat diselesaikan sedangkan perawat sudah berbuat maksimal, perawat harus berani menyatakan menyerah dengan jujur.
o Ada pelanggan/klien yang selalu mengeluh. Untuk menghadapi pelanggan seperti itu, perawat harus sabar dan melakukan pendekatan secara khusus.
a) Konsep Mendahulukan Kepentingan Pelanggan.
Pelayanan Prima adalah pelayanan yang memuaskan pelanggan/klien. Salah satu indikator adanya kepuasan pelanggan/klien adalah tidak adanya keluhan dari pelanggan/klien. Akan tetapi, didalam praktek k.eluhan-keluhan pelanggan/klien ini akan selalu ada. Perawat pemberi pelayanan wajib menanggapi dan menghadapi keluhan pelanggan/klien tersebut untuk kepentingan dan kepuasan pelanggan/klien. Untuk itu, pemberi pelayanan (perawat) perlu mengetahui sumber-sumber keluhan pelanggan/klien dan mengetahui cara-cara mengatasi keluhan pelanggan/klien.
Menurut Endar Sugiarto (1999), sumber-sumber keluhan pelanggan antara lain adalah : pelanggan internal dan pelanggan eksternal. Pelanggan internal adalah pegawai instansi/orgnaisasi yang bersangkutan dan para pemimpin instansl/organiasasi yang bersangkutan. Seorang pegawai suatu instansi/organisasi yang tidak betah bekerja karena lingkungan kerja dan situasi pegawai yang ada di dalamnya. Suasana nyaman dan harmonis akan mempengaruhi kesiapannya dalam menghadapi pelanggan eksternal. Para pemimpin instansi/organisasi dapat menjadi sumber keluhan, karena pemimpin sering mendapat masukan dari pada pelanggan eksternal tentang pelayanan di instansinya. Perhatian utama suatu instansi/organisasi adalah pelanggan eksternal, yaitu masyarakat. Kunci utama keberhasilan pelayanan terletak pada cara instansi/organisasi tersebut memperlakukan pelanggan eksternal ini. Untuk pelayanan keperawatan maka semua karyawan adalah mitra dalam memberikan pelayanan sehingga muncul rasa nyaman dan harmonis. Hal tersebut sangat mendukung untuk pelayanan yang prima terhadap pelanggan/klien ekstenal yaitu orang lain (masyarakat) di luar institusi/organisasi
1) Kategori Keluhan Pelanggan:
Menurut Endar Sugiarto (1999), keluhan pelanggan dapat dikategorikan/dikelompokkan menjadi empat, yaitu:
• Mechanical Complaint (Keluhan Mekanikal)
Mechanical clomplaint adalah suatu keluhan yang disampaikan oleh pelanggan sehubungan dengan tidak berfungsinya peralatan yang dibeli/disampaikan kepada pelanggan tersebut. Dalam hal pelayanan keperawatan maka peralatan yang dimaksud adalah semua peralatan yang berhubungan dengan pelayanan perawatan saat perawat memberikan pelayanan.
• Attitudinal Comptant (Keluhan akibat sikap petugas pelayanan)
Attitudinal complaint adalah keluhan pelanggan yang timbul karena sikap negative petugas pelayanan (perawat) pada saat melayani pelanggan/klien. Hal ini dapat dirasakan oleh pelanggan/klien melalui sikap tidak peduli dari petugas pelayanan (perawat) terhadap pelanggan/klien.
• Service Related Complaint (Keluhan yang berhubungan dengan pelayanan)
Service related complaint adalah suatu keluhan pelanggan/klien karena hal-hal yang berhubungan dengan pelayanan itu sendiri. Misalnya seseorang mendaftar untuk berobat/rawat jalan, ternyata formulir pendaftaran (family folder) belum siap dan oleh petugas diminta untuk menunggu.
• Unusual Complaint (Keluhan yang aneh)
Unusual complaint adalah keluhan pelanggan/klien yang bagi petugas merupakan keanehan (tjdak wajar/tidak umum). pelanggan yang mengeluh seperti ini sebenarnya secara psikologis adalah orang-orang yang hidupnya tidak bahagia atau kesepian.
2) Cara mengatasi keluhan pelanggan
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menghadapi keluhan pelanggan/klien,antara lain adalah:
o Pelanggan biasanya marah pada saat menyampaikan ke luhan. Oleh karena itu perawat tidak boleh terpancing untuk ikut marah.
o Perawat tidak boleh memberikan janji-janji yang sebenarnya sulit dipenuhi serta tidak menjanjikan sesuatu yang berada di luar wewenangnya
o Jika permasalahan tidak dapat diselesaikan sedangkan perawat sudah berbuat maksimal, perawat harus berani menyatakan menyerah dengan jujur.
o Ada pelanggan/klien yang selalu mengeluh. Untuk menghadapi pelanggan seperti itu, perawat harus sabar dan melakukan pendekatan secara khusus.
b) Pelayanan dengan sepenuh hati.
Menurut Endar Sugiarto (1999), pada hakekatnya pelanggan itu tidak membeli produk, tetapi mereka membeli pelayanan. Ini merupakan falsafah bisnis dalam upaya memberikan pelayanan yang prima. Pelayanan di sini adalah pelayanan dalam segala bentuk kreasi dan manifestasinya. Untuk itu, kita lebih banyak belajar tentang para pelanggan/klien kita, agar kita dapat memberikan pelayanan dengan sepenuh hati dan dengan cara yang lebih baik di masa yang akan datang.
Menurut Endar Sugiarto (1999), pada hakekatnya pelanggan itu tidak membeli produk, tetapi mereka membeli pelayanan. Ini merupakan falsafah bisnis dalam upaya memberikan pelayanan yang prima. Pelayanan di sini adalah pelayanan dalam segala bentuk kreasi dan manifestasinya. Untuk itu, kita lebih banyak belajar tentang para pelanggan/klien kita, agar kita dapat memberikan pelayanan dengan sepenuh hati dan dengan cara yang lebih baik di masa yang akan datang.
c) Budaya Pelayanan Prima
Menganggap bahwa pelayanan prima sebagai suatu budaya berarti rnelakukan kegiatan pelayanan sebagai suatu hal yang membanggakan dengan nilai luhur yang dijunjung tinggi. Budaya pelayanan prima adalah sebuah budaya yang kuat yang mewarnai sifat hubungan antara perawat pemberi pelayanan. Budaya pelayanan prima dibentuk oleh sikap perawat dan manajemen instansi/organisasi pemberi pelayanan.
d) Sikap Pelayanan Prima.
Sikap pelayanan prima berarti pengabdian yang tulus terhadap bidang kerja dan yang paling utama adalah kebanggaan atas pekerjaan. Sikap anda dapat menggambarkan instansi/organisasi anda. Anda adalah perwakilan instansi/organisasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Pelanggan akan menilai instansi/organisasi dari kesan pertama mereka dalam berinteraksi dengan orang-orang yang terlibat dalam instansi/organrsasi tersebut. Apabila pagi itu kebetulan andalah orang pertama yang berhubungan dengan pelanggan, anda akan mewakili gambaran dari instansi/organisasi anda.
Menganggap bahwa pelayanan prima sebagai suatu budaya berarti rnelakukan kegiatan pelayanan sebagai suatu hal yang membanggakan dengan nilai luhur yang dijunjung tinggi. Budaya pelayanan prima adalah sebuah budaya yang kuat yang mewarnai sifat hubungan antara perawat pemberi pelayanan. Budaya pelayanan prima dibentuk oleh sikap perawat dan manajemen instansi/organisasi pemberi pelayanan.
d) Sikap Pelayanan Prima.
Sikap pelayanan prima berarti pengabdian yang tulus terhadap bidang kerja dan yang paling utama adalah kebanggaan atas pekerjaan. Sikap anda dapat menggambarkan instansi/organisasi anda. Anda adalah perwakilan instansi/organisasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Pelanggan akan menilai instansi/organisasi dari kesan pertama mereka dalam berinteraksi dengan orang-orang yang terlibat dalam instansi/organrsasi tersebut. Apabila pagi itu kebetulan andalah orang pertama yang berhubungan dengan pelanggan, anda akan mewakili gambaran dari instansi/organisasi anda.
e) Sentuhan Pribadi Pelayanan Prima
Pelayanan prima sangat memperhatikan individu sebagai pribadi yang unik dan menarik setiap pelanggan/klien memiliki sifat dan dapat membuat para perawat bahagia atau kecewa. Sentuhan pribadi mengarahkan para perawat selaku pemberi pelayanan untuk berpikir bahwa memperlakukan orang lain sebagaimana kita memperlakukan diri kita sendiri perlu selalu dipraktekan. Yang diutamakan dalam pelayanan prima bukanlah slogan-slogan untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggan, melainkan bentuk nyata pelayanan yang sebelumnya sudah diberikan dalam pelatihan-pelatihan dan dapat diterapkan pada saat praktek di lapangan, ketika berhubungan langsung dengan pelanggan/klien. Karena pelayanan prima merupakan budaya, identitas, sarana kompetisi, pelanggan/klien merasa penting, rekan sekerja merasa nyaman bersama kita dan kita dapat melayani pelanggan/klien dengan cepat, tepat, ramah, mengutamakan kepuasan pelanggan/klien, menepati janji, bahasa yang baik dalam bertelepon, menunjukkan etika dan sopan santun, merasa puas dan bangga akan pekerjaan kita, bekerja dengan antusias, kepercayaan diri yang tinggi, menawarkan bantuan, senyum yang tulus, humor yang menyenangkan, mendengarkan dengan baik dan dengan konsep win-win.
Pelayanan prima sangat memperhatikan individu sebagai pribadi yang unik dan menarik setiap pelanggan/klien memiliki sifat dan dapat membuat para perawat bahagia atau kecewa. Sentuhan pribadi mengarahkan para perawat selaku pemberi pelayanan untuk berpikir bahwa memperlakukan orang lain sebagaimana kita memperlakukan diri kita sendiri perlu selalu dipraktekan. Yang diutamakan dalam pelayanan prima bukanlah slogan-slogan untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggan, melainkan bentuk nyata pelayanan yang sebelumnya sudah diberikan dalam pelatihan-pelatihan dan dapat diterapkan pada saat praktek di lapangan, ketika berhubungan langsung dengan pelanggan/klien. Karena pelayanan prima merupakan budaya, identitas, sarana kompetisi, pelanggan/klien merasa penting, rekan sekerja merasa nyaman bersama kita dan kita dapat melayani pelanggan/klien dengan cepat, tepat, ramah, mengutamakan kepuasan pelanggan/klien, menepati janji, bahasa yang baik dalam bertelepon, menunjukkan etika dan sopan santun, merasa puas dan bangga akan pekerjaan kita, bekerja dengan antusias, kepercayaan diri yang tinggi, menawarkan bantuan, senyum yang tulus, humor yang menyenangkan, mendengarkan dengan baik dan dengan konsep win-win.
f) Pelayanan prima sesuai dengan pribadi Prima.
Konsep pribadi prima meliputi unsur-unsur kepribadian, penampilan, perilaku dan komunikasi yang prima. Seseorang perawat dapat dikatakan memiliki pribadi prima apabila :
• Tampil ramah
• Tampil sopan dan penuh hormat
• Tampil yakin
• Tampil rapi.
• Tampil ceria
• Senang memaafkan
• Senang bergaul
• Senang belajar dari orang lain
• Senang pada kewajaran
• Senang menyenangkan orang lain
Adapun konsep kualitas pelayanan menurut pandangan Cristopher Lovelock dalam Product plus (1994: 178-188) yang mengemukakan tentang bagaimana suatu produk bila ditambah dengan pelayanan akan menghasilkan suatu kekuatan yang memberikan manfaat lebih. Selanjutnya Lovelock mengemukakan melalui diagram bunganya dimana terdapat 8 (delapan) suplemen pelayanan (the eight petals on the flower of service) yang terdiri dari ;
1, Information
Proses suatu pelayanan yang berkualitas dimulai dari suplemen informasi dari pelayanan yang diperlukan oleh klien. Seorang pelanggan/klien akan menanyakan kepada perawat tentang apa, bagaimana, berapa, kepada siapa, dimana diperoleh, dan berapa lama memperoleh pelayanan yang diinginkan. Penyedia informasi memberikan kemudahan kepada pelanggan/klen.
2. Consutation
Setelah memperoleh informasi yang diinginkan, biasanya klien akan membuat suatu keputusan, yaitu menerima atau tidak menerima pelayanan yang diberikan. Di dalam proses memutuskan ini serjngkali diperlukan pihak-pihak yang dapat diajak untuk berkonsultasi.
3. Ondertaking
Keyakinan yang diperoleh klien melalui konsultasi akan menggiring pada tindakan untuk meminta pelayanan yang diinginkan. Penilaian klien pada titik ini adalah ditekankan pada kualitas pelayanan yang mengacu pada kemudahan aplikasi maupun administrasi pemesanan jasa pelayanan yang tidak berbelit-belit, fleksibel, biaya murah, syarat ringan, dan sebagainya.
4. Horspitality
Pelanggan/klien yang berurusan secara langsung ke tempat-tempat transaksi akan memberikan penilaian tehadap sikap ramah dan sopan dari perawat, ruang tunggu yang nyaman, kafe untuk makan dan minum, hingga tersedianya wc/toilet yang bersih.
5. Cretaking
Latar belakang pelanggan/klien yang beragam akan menuntut pelayanan yang berbeda-beda pula. Misalnya yang berduil menginginkan tempat/ruangan yang leluasa (misalnya VIV), yang tidak mau keluar rumah menginginkan fasilitas pelayanan di rumah (home care). Kesemuanya harus dipedulikan oleh perawat.
6. Exception
Beberapa pelanggan/klien kadang-kadang menginginkan pengecualian kualitas pelayanan, misalnya saja bagaimana dan dengan cara apa perawat melayani permintaan pelanggan/klien yang datang secara tiba-tiba, jaminan terhadap berfungsinya alat-alat kesehatan yang dipasang/terpasang, restitusi akibat peralatan yang digunakan tidak bisa dipakai dan sebagainya.
7. Billing
Titik rawan ke tujuh pada administrasi pembayaran. Niat baik pelanggan untuk bertransaksi sering gagal pada titik ini. Petugas harus memperhatikan hal-hal yang terkait dengan administrasi pembayaran, baik mekanisme pembayaran atau pengisian formulir transaksi.
8. Payment
Pada ujung pelayanan, harus disediakan fasilitas pembayaran berdasarkan pada keinginan pelanggan. Dapat saja berupa self service payment seperti koin telepon, transfer bank, credit card dan sebagainya.
Konsep pribadi prima meliputi unsur-unsur kepribadian, penampilan, perilaku dan komunikasi yang prima. Seseorang perawat dapat dikatakan memiliki pribadi prima apabila :
• Tampil ramah
• Tampil sopan dan penuh hormat
• Tampil yakin
• Tampil rapi.
• Tampil ceria
• Senang memaafkan
• Senang bergaul
• Senang belajar dari orang lain
• Senang pada kewajaran
• Senang menyenangkan orang lain
Adapun konsep kualitas pelayanan menurut pandangan Cristopher Lovelock dalam Product plus (1994: 178-188) yang mengemukakan tentang bagaimana suatu produk bila ditambah dengan pelayanan akan menghasilkan suatu kekuatan yang memberikan manfaat lebih. Selanjutnya Lovelock mengemukakan melalui diagram bunganya dimana terdapat 8 (delapan) suplemen pelayanan (the eight petals on the flower of service) yang terdiri dari ;
1, Information
Proses suatu pelayanan yang berkualitas dimulai dari suplemen informasi dari pelayanan yang diperlukan oleh klien. Seorang pelanggan/klien akan menanyakan kepada perawat tentang apa, bagaimana, berapa, kepada siapa, dimana diperoleh, dan berapa lama memperoleh pelayanan yang diinginkan. Penyedia informasi memberikan kemudahan kepada pelanggan/klen.
2. Consutation
Setelah memperoleh informasi yang diinginkan, biasanya klien akan membuat suatu keputusan, yaitu menerima atau tidak menerima pelayanan yang diberikan. Di dalam proses memutuskan ini serjngkali diperlukan pihak-pihak yang dapat diajak untuk berkonsultasi.
3. Ondertaking
Keyakinan yang diperoleh klien melalui konsultasi akan menggiring pada tindakan untuk meminta pelayanan yang diinginkan. Penilaian klien pada titik ini adalah ditekankan pada kualitas pelayanan yang mengacu pada kemudahan aplikasi maupun administrasi pemesanan jasa pelayanan yang tidak berbelit-belit, fleksibel, biaya murah, syarat ringan, dan sebagainya.
4. Horspitality
Pelanggan/klien yang berurusan secara langsung ke tempat-tempat transaksi akan memberikan penilaian tehadap sikap ramah dan sopan dari perawat, ruang tunggu yang nyaman, kafe untuk makan dan minum, hingga tersedianya wc/toilet yang bersih.
5. Cretaking
Latar belakang pelanggan/klien yang beragam akan menuntut pelayanan yang berbeda-beda pula. Misalnya yang berduil menginginkan tempat/ruangan yang leluasa (misalnya VIV), yang tidak mau keluar rumah menginginkan fasilitas pelayanan di rumah (home care). Kesemuanya harus dipedulikan oleh perawat.
6. Exception
Beberapa pelanggan/klien kadang-kadang menginginkan pengecualian kualitas pelayanan, misalnya saja bagaimana dan dengan cara apa perawat melayani permintaan pelanggan/klien yang datang secara tiba-tiba, jaminan terhadap berfungsinya alat-alat kesehatan yang dipasang/terpasang, restitusi akibat peralatan yang digunakan tidak bisa dipakai dan sebagainya.
7. Billing
Titik rawan ke tujuh pada administrasi pembayaran. Niat baik pelanggan untuk bertransaksi sering gagal pada titik ini. Petugas harus memperhatikan hal-hal yang terkait dengan administrasi pembayaran, baik mekanisme pembayaran atau pengisian formulir transaksi.
8. Payment
Pada ujung pelayanan, harus disediakan fasilitas pembayaran berdasarkan pada keinginan pelanggan. Dapat saja berupa self service payment seperti koin telepon, transfer bank, credit card dan sebagainya.
Banyak yang berkata "jantung" dari pelayanan kesehatan adalah keperawatan ( Henderson , 91) . Pemimpin perawat mengambil insiatif untuk merancang kembali sistem pelayanan kesehatan. Agar sukses diperlukan menejer yang mempunyai visi yang jelas.
Untuk itu di perlukan reformasi cara berpikir dalam meningkatkan mutu ternyata memerlukan perubahan cara berpikir dari kepemimpinan keperawatan karena beberapa kenyataan dibawah ini memerlukan pemahaman bahwa ada sesuatu yang perlu dirubah:
a. Hanya 42 % Perawat registrasi waktunya digunakan untuk pasien (Quist,92).
b. Hanya 12 persent setiap dollar dilokasikan untuk pelayanan pasien, 14 persen untuk jadwal dan koordinasi dan 29 persen untuk documentasi(Brider,1992).
c. Sekarang hanya kurang 25 % dari anggaran untuk karyawan digunakan untuk pelayanan langsung (Lathrop,1992).
d. Selama 4 hari tinggal di RS satu pasien mungkin berinteraksi kurang lebih 60 karyawan yang berbeda.
e. Staf dari pelayanan kesehatan sekarang tidak multiskill, tetapi cenderung over specialis.
f. Kebanyakan RS masih membayar upah dan penghargaan dengan cara tradisional sama sekali tidak berorientasi sesuai dengan harapan kustamer.(Eubanks,92)
Visi dan outcomes
Pemimin perawat harus mempunyai visi kepemimpinan untuk merancang kembali pelayanan. Salah satu dari hal yang paling penting adalah memperkirakan outcome. Outcome sebaiknya berfokus pada pembaharuaan profesi keperawatan. Sistem tidak hanya di rancang tentang cost efektif, productivity, restruktur pekerjaan dan kualitas tetapi juga perlu dipertimbangkan siapa yang bekerja didalamnya dan dilayani oleh siapa.
Visi dari outcome untuk perubahan pelayanan keperawatan.
Staff mengembangkan kemampuan tidak terbatas untuk kepuasan dirinya tetapi juga untuk orang lain yang juga menginginkannya, ini adalah edialis yang mempunyai dampak pada penampilan yang efektif (Ackoff,1981). Ada peningkatan kepuasan dalam bekerja, kepuasan dari kustamer dan keefektifan dari pelayanan yang efektif.
Visi dan misi bidang keperawatan:
Visi : memberikan pelayanan yang berkualitas dengan bertanggung jawab untuk pasien mampu merawat diri sendiri/mandiri.
Misi : Memberikan pelayanan dengan kemanusiaan, etika, aman, berkompeten dengan membuat pasien terpenuhi kebutuhannya sebagai prioritas pertama, setiap orang adalah bagian dari misi ini.
Perilaku:
Untuk mencapai misi ini kita perawat akan:
1. Membantu pasien apa yang tidak bisa dilakukannya
2. Melakukan tindakan untuk setiap pasien yang kita hadapi dengan baik dan menghargai.
3. Menerima tanggung jawab untuk meningkatkan kemampuan dalam bekerja.
4. Melakukan pekerjaan untuk kepuasan pasien.
5. Membuat sesuatu dengan fleksibel untuk memenuhi kebutuhan pasien.
6 Membuat keputusan etik dengan hormat dan memperhatikan harga diri pasien dan harapan dari pasien.
Outcome:
Pada saat perencanaan pulang, pasien dan keluarganya akan lebih mengetahui tentang sakit mereka dan tindakana dan akan menerima pelayanan dengan keahlian, profesional, kemanusian, pelayanan yang beretika.
Model of care:
Banyak cara untuk memberi pelayanan di RS atau puskesmas. Melalui sejarah keperawatan telah mengembangkan banyak pendekatan dari pelayanan keperawatan. Model –model atau pendekatan itu sebagai berikut:
1. "Functional nursing"
Model yang umum di masa lalu adalah “functional nursing” dan ini berdasarkan dari konsep industri. Dalam model ini sejumlah tugas diberikan pada perawat melalui item-item pekerjaan yang dilakukan dengan berulang-ulang. Tugas semacam kebersihan personal, administrasi tindakan, pembagian obat. Dibagi kepada semua individu dalam satu ruangan. Penugasan ini dinilai efektif tetapi pasien menghadapi banyak orang yang berbeda, dan pelayanan menjadi tidak komprensif.
“Nursing team” muncul setelah pelayanan mengarah pada kebutuhan pasien. Tim dibuat dengan ketuanya perawat terregistrasi, memberikan pelayanan kepada kelompok pasien yang diberikan secara shift. Ketua kelompok membuat perencanaan untuk pasien dan pelimpahan wewenang ke anggotanya dengan sistem yang ditetapkan. Dan mengevaluasi yang mengarah pada kualitas pelayanan.
Walaupun dinamakan tim tetapi ternyata dalam tim terjadi pembagian tugas yang mengarah ke fungsional dari pada tim. Walaupun metode tim sudah bisa dikatakan sesuai tetapi tidak bisa menggambarkan keperawatan yang berkelanjutan antara perawat dan antara shift. Dan pasien masih bingung dengan banyak orang masuk di kamarnya. Dalam model ini ketuan harus berkamampuan dalam mengelola orang dalam tim, pembantu kebutuhan pasien sesuai dengan prioritas dan kreatif dalam tim dalam penugasan dalam tim.
2. “total pasien care”
Model lain adalah “total pasien care” yang mana perawat memberi pelayanan keperawatan secara total terhadap kelompok pasien dengan pembagian shift. Model ini menurunkan orang asing yang datang kepasien karena perawat berusaha memberikan pelayanan semaksimal mungkin baik fisik, tehnik, emosi dan pelayanan keparawatan yang mungkin langsung diberikan. Tetapi ternyata disini ada masalah dengan keperawatan berkelanjutan karena karena perencanaan keperawatan ada perbedaan antar shift dan antar pemberi pelayanan. Model ini menjadi mahal karena semua pekerjaan dilakukan perawat, yang seharusnya bisa dilakukan oleh asisten. Beberapa perawat memilih ini dengan berkonsentrasi pada bekerjaan yang tidak bisa didelegasikan seperti pendidikan kesehatan, pengkajian dan intervensi.
3. “primary nursing”
Marie Manthey (1980) mencoba menciptakan konsep “primary nursing” dimana perawat bertanggung jawab pada perencanaan, evaluasi dan pelayanan langsung pada pasien selama 24 jam. Model ini berusaha untuk dapat konsisten antar shift dan antara perawat. Model telah membuat perawat lebih banyak menghabiskan waktunya dengan pasien karena primary nurse akan memperhatikan pasien sejak masuk. Apa bila primary nuse tidak ada , maka ada nurse assosiate yang akan menggantikannya dengan memperhatikan order dari primary nurse. Sekarang juga dikembangkan patership yaitu perawat primer bekerja sama dengan temannya untuk melayani pasien secara bersama. Primary nurse adalah perawat yang mampu melakukan tindakan dan mempunyai keahlian di klinik dan kemampuan manajemen merawat pasien dan keluarganya bukan hanya 8 jam tetapi 24 jam.
4. “case management”
Model yang terbaru adalah “case management” model ini muncul untuk meyakinkan bahwa pasien menerima pelayanan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan sebelumnya. Model membuat perawat bekerja dengan memperhatikan quality dan finasial outcome dari pelayanan yang diberikan. Perawat merawat pasien melalui pedoman dari rumah sakit berdasarkan "critical paths" yang sudah dibuat dan dikembangkan dari pasien masuk sampai pulang. Dalam "case management" perawat bekerja dalam tim yang terdiri dari dokter, gizi dan lainnya termasuk bagian keuangan to mengelola pasien sesuai dengan kesepakatan dalam "clinical pathway". Model in memerlukan perawat yang ahli dan mampu bekerja sama dalam tim.
5. "patient centered care"
Terakhir sedang dikembangkan :"patient centered care". Pelayanan diberikan berdasarkan kebutuhan pasien bukan kebutuhan ruangan atau profesi. Sehingga dibutuhkan kerja sama antara petugas kesehatan. Untuk ini diperlukan kolaborasi antara dokter dan perawat, karena hasil penelitian menunjukan bahwa angka kesakitan menurun karena kerja sama yang baik antara dokter dan perawat terutama di intensif room.
C. PRAKTEK KEPERAWATAN MENURUT PPNI
PPNI (1999) telah menerbitkan buku keperawatan dan praktek keperawatan. Dalam buku tersebut tergambar dengan jelas ruang lingkup dan tanggung jawab perawat yang dipakai sebagai patokan kita dalam mengembangkan praktek keperawatan. Apa itu praktek keperawatan.
Menurut PPNI (1999) praktek keperawatan adalah tindakan mandiri perawat profesional melalui kerja sama yang bersifat kolaboratif dengan klien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawab. Dari pengertian tersebut jelas bahwa perawat harus mampu memutuskan sesuatu baik itu tindakan maupun perencanaan dalam melaksanakan praktek. Kemampuan ini diperoleh kalau perawat mendapatkan ilmu pengetahuan yang cukup serta memahami sebagai seorang perawat, ilmu apa yang harus dia kembangkan untuk meningkatkan kemampuan untuk menolong klien. Termasuk pemahaman kode etik sebagai dasar keputusan perawat.
Juga kemampuan dalam menjalin hubungan dan kerja sama dengan klien . Artinya klien yang anda punyai harus percaya kepada anda, sehingga anda dapat memberi informasi yang diperlukan dalam peningkatan kesehatan, ini akan dipahami dengan mudah oleh klien, dengan demikian semua keputusan klien adalah berdasarkan pemahaman yang perawat berikan.
Dalam praktek keperawatan perawat juga harus mampu bekerja sama dengan tim kesehatan lain. Perawat mestinya sadar akan keterbatasannya dalam menyelesaikan masalah klien yang sangat komplek dan yang penting perawat memahami lingkup tugasnya, sehingga perawat tahu persis kapan dia akan konsultasi dengan tenaga kesehatan, kapan harus di referal dan kapan harus diselesaikan bersama.Untuk itu perawat wajib memahami peran, fungsi, tanggung jawab dan lingkup kewenangan perawat.
Dalam praktek keperawatan sekarang masih terfokus pada pelayanan di RS dengan mengembangkan standar asuhan keperawatan. Karena perawat tidak praktek keperawatan, sehingga masyarakat tidak/kurang mengenal praktek keperawatan (Husein, 1999). Perawat di PUSKESMAS cenderung melaksanakan tugas pelimpahan wewenang dari dokter dan program yang sudah digariskan dari pusat, sehingga perlu ditingkatkan untuk mampu menemukan peran sebagai perawat dengan penuh kesadaran dan percaya diri. Sekarang kita sudah punya PERMENKES 647 tahun 2000 dan standar praktek keperawatan tahun 1999 oleh PPNI tetapi ternyata sampai sekarang kita masih harus banyak bebenah untuk menerapkannya.
Peran dan fungsi perawat :
Menurut PPNI (1999) peran dan fungsi perawat sebagai berikut:
Sebagai pelaku/pemberi asuhan keperawatan langsung kepada klien, dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi:
1. Dalam asuhan/pelayanan keperawatan memberikan/asuhan keperawatan secara profesional, yang meliputi treatment keperawatan, observasi, pendidikan kesehatan dan menjalankan treatment medikal.
2. Melakukan pengakajian dalam upaya-upaya mengumpulkan data dan informasi yang benar.
3. Menegakkan diagnosa keperawatan berdasarkan analisa data dari hasil pengkajian.
4. Merencanakan intervensi sebagai upaya untuk mengatasi masalah yang timbul dan membuat langkah/cara pemecahan masalah.
5. Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan yang telah direncanakan.
6. Melakukan evaluasi berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan terhadapnya.
7. Sebagai advokat klien, perawat berfungsi sebagai penghubung antara klien dengan tim kesehatan lain, membela kepentingan klien dan membantu klien agar memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan. Peran advokasi sekaligus mengharuskan perawat menbantu klien/keluarga untuk mengambil keputusan berdasarkan pemahaman informasi yang diberikan oleh perawat.
8. Sebagai pendidik klien,perawat memberikan pengetahuan kepada klien dalam rangka meningkatkan kesehatan, tentang tindakan keperawatan dan tindakan medik yang diterima, sehingga klien/keluarga dapat bertanggung jawab terhadap hal-hal yang diketahuinya.
9. Sebagai koordinator, perawat memanfaatkan kemampuan klien dan sumber-sumber yang ada, untuk digunakan secara maksimal, sehingga tidak ada tumpang tindih tindakan karena ada koordinasi yang dilakukan oleh perawat.
10. Sebagai kolaborator, perawat bekerja sama denga anggota tim kesehatan lain dan keluarga dalam menentukan rencana atau pelaksanaan asuhan keperawatan.
11. Sebagai pembaharu, perawat mengadakan inovasi agar klien/keluaraga mempunyai cara berpikir yang benar dalam mengatasi masalah, sehingga sikap dan tingkah laku menjadi efektif, serta meningkatkan ketrampilan yang diperlukan untuk hidup lebih sehat.
12. Sebagai pengelola, perawat mengatur kegiatan dalam upaya mencapai tujuan yang diharapkan, sehingga pasien dan perawat mendapatkan kepuasan karena asuhan keperawatan yang diberikan.
Tanggung jawab perawat:
Menurut PPNI (1999) tanggung jawab perawat adalah sebagai berikut: secara umum, perawat mempunyai tanggung jawab dalam memberikan asuhan/pelayanan keperawatan, meningkatkan ilmu pengetahuan dan meningkatkan diri sebagai profesi.
Tanggung jawab dalam memberikan asuhan keperawatan kepeda klien mencakup aspek bio-psiko-sosio-kultural-spiritual dalam upaya memenuhi kebutuhan dasarnya dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan meliputi:
1. Membantu klien memperoleh kembali kesehatannya.
2. Membantu klien yang sehat untuk bisa memelihara kesehatannya.
3. Membantu klien yang tidak bisa disembuhkan untuk menerima kondisinya.
4. Membantu klien yang menghadapi ajal untuk diperlakukan secara manusiawi sesuai martabatnya sampai meninggal.
Lingkup kewenangan perawat.
Menurut PPNI (1999) lingkup kewenangan perawat adalah sebagai berikut: hak dan otonomi untuk melaksanakan asuhan keperawatan berdasarkan kemampuan, tingkat pendidikan dan posisi yang dimiliki. Lingkup kewenangan perawat dalam praktek keperawatan profesional pada kondisi sehat dan sakit, sepanjang daur kehidupan (dari konsepsi sampai meninggal dunia), mencakup:
1. asuhan keperawatan pada klien anak dari usia 28 hari sampai usia 18 tahun.
2. Asuhan keperawatan maternitas, yaitu asuhan keperawatan klien wanita mada masa subur dan neonatus (bayi baru lahir sampai 28 hari) dalam keadaan sehat.
3. Asuhan keperawatan medikal bedah yaitu asuhan keperawatan pada klien usia 18 tahun sampai 60 tahun dengan gangguan fungsi tubuh baik oleh karena trauma atau kelainan fungsi tubuh.
4. Asuhan keperawatan jiwa yaitu asuhan keperawatan klien pada semua usia yang mengalami berbagai masalah jiwa.
5. Asuhan keperawatan keluarga yaitu asuhan keperawatan pada klien keluarga unit terkecil dalam masyarakat sebagai akibat pola penyesuaian keluarga yang tidak sehat, sehingga tidak terpenuhinya kebutuhan keluarga.
6. Asuhan keperawatan komunitas yaitu asuhan keperawatan pada klien masyarakat kelompok di wilayah tertentu pada semua usia sebagai akibat tidak terpenuhinya kebutuhan keluarga.
7. Asuhan keperawatan gerontik yaitu asuhan keperawatan pada klien pada usia 60 tahun ke atas, yang mengalami proses penuaan dan permasalahannya.
Asuhan keperawatan yang dilakukan bersifat:
Independen atau mandiri dan Kolaboratif
D. MEMBUAT JADWAL KERJA UNTUK PERAWAT DI RUANGAN
Membuat jawal kerja di ruangan dilakukan dengan hati-hati karena apa yang terjadi ruangan sangat sulit dipastikan. Kegiatan yang ada tergantung sebagian besar dari situasi pasien, sebab keadaan pasien dapat berubah-rubah sesuai dengan perubahan kondisi sakit dan kebutuhan pasien sebagai individu yang utuh. Dalam pelaksanaan, perawat diatur secara garis besar dalam penjadwalan yang bersifat fleksibel. Jadwal dapat dimodifikasi sesuai dengan perubahan sikon yang terjadi khususnya keadaan darurat di bangsal.
Yang harus diperhatikan dalam penyusunan jadwal:
1. Kendala yang ada baik dari luar maupun dari dalam.
2. Prosedur, peraturan dan kebijaksanaan dari lembaga dan bidang keperawtan sendiri.
3. Kegiatan dilakukan dengan kerangka kerja yang ditentukan.
Pedoman yang perlu dipertimbangkan:
1. jadwal dipersiapkan untuk bebrapa lama
2. hari apa kalender penjadwalan dimulai
3. hari libur mingguan/tahunan dapat dipecah atau beruntun.
4. Berapa lama waktu kerja minimum atau maximum.
5. Berapa lama sebelumnya harus mengjukan libur mingguan atau cuti tahunan.
6. Berapa lama sebelumnya jadwal sudah dibuat oleh staf.
7. Berapa ada pergantian rotasi/shift.
8. Apakah tenaga extra part time akan dimanfaatkan, kalau ya bagaimana bantuanya.
9. Bagaimana mengadakan komunikasi terbuka antara staf dan pembuat jadwal.
E. PERTUKARAN DINAS DAN ROTASI
Merupakan hal yang biasa, namun dapat menimbulkan stress bagi staf. Karena ritme tubuh yang memerlukan adaptasi, maka pertukaran dinas jarak pendek akan semakin menimbulkan stress, shif yang tetap akan mengurangi stress. Namun rotasi dalam group akan tetap bermanfaat aagar staf dapat memahami ruang lingkup kerja dalam shoft yang berbeda, sehingga dapat menghargai kegiatan/tugas dalam setiap shift.
F. PENENTUAN PERENCANAAN POLA TENAGA
Ketenagaan bangsal memerlukan dasar kualifikasi tenaga dan jumlah untuk melaksanakan keperawatan yang paling minimal. Hal ini bermacam-macam tergantung pada situasi, persiapan dan tersedianya tenaga, kegawatan dan diagnosa pasien.
1. menetukan macam pelayanan: pelayanan langsung dan tidak langsung
2. jumlah waktu asuhan keperawatan yang dibutuhkan terganrung pada: jumlah pasien dan macamnya, jumlah hari operasi perminggu, jumlah hari kerja perminggu.
3. Menentukan komposisi tenaga keperawatan: perawat yang memberikan perawatan yang komplek, komprehensif dan bertanggung jawab penuh, pembantu perawat yang memberi bantuan terbatas dan menyediakan semua perlengkapan.
Kriteria pada ketenagaan:
1. ketenagaan yang ada dapat mencerminkan strutur dan tujuan organisasi, karena da dalam diagram organisasi dan uraian tugas menunjukan jumlaj dan macam pekerjaan yang dibutuhakan untuk mengisi posisi dalam bidang keperawatan.
2. Spesicikasi pekerjaan harus jelas dan terinci, uraian tugas kepela ruang dan staff.
3. Kemampuan perawat dicocokan tugas yang sesuai, karena pekerjaan yang tidak sesuai dapat menyebabkan rasa bosan, ketidak puasan stress.
4. Ratio antara perawat profesional dan non profesional dan ratio ini tergantung pada falsafah, tujuan dan standar yang ada baik untuk jenis pasien, pola pelayanan dan kualifikasi tenaga.
5. Jadwal hari kerja dan libur sesuai dengan tujuan organisasi dilakukan secara jujur dan sama rata antara karyawan.
6. Penugasa secar sentral dan desentralisasi.
7. Penjadwalan dinas dengan pemberitahuan sebelumnya. Tenaga perawat akan menghargai penjadwalan , jika sebelumnya diberitahu sehingga dia bisa merencanakan acara pribadi.
Cara menghitung tenaga perawat dalam satu tahun.
Disesuaikan dengan kebijaksanaan rumah sakit dalam menetukan:
1. Jumlah jam perawatan efektif paisen tertentu selama 24 jam
2. Jumlah hari kerja efektif dalam satu tahun
3. Jumlah hari libur nasional dan cuti.
4. Rata-rata penggunaan tempat tidur
5. Perbandingan tenaga profesional dan non.
Berdasarkan ketentuan diatas, maka kebutuhan perawat dapat dihitung:
1. Jumlah pasien rata-rata tiap hari dikalikan dengan rata-rata jam keperawatan dalam 24 jam, dikalikan dengan jumlah hari dalah satu tahun, adalah jumlah jam perawatan dalam satu tahun.
2. Hari kerja efektif dikalikan dengan hari kerja sehari adalah jumlah jam kerja perawat dalam satu tahun.
3. Tenaga yang dibutuhkan adalah jumlah perawat dalam satu tahun dibagi dalam jumlah jam kerja perawat dalam satu tahun. Untuk menetukan jumlah tenaga, perlu diperhitungkan tenaga yang cuti hamil yaitu: assumsi tenga yang cuti adalah berapa persen dari tenaga yang dibutuhkan, jumlah jam yang hilang karena adanya cuti hamil adalah persen dikalikan jumlah hari cuti hamil dikalikan jam kerja/hari. Tambahan tenaga adalah jumlah jam yang hilang karena cuti hamil di bagi jumlah jam efektif dalam setahun.
G. MENERAPKAN DAN MENGEMBANGKAN STANDAR DI RUANGAN
UU Kes no 23 pada pasal 53 ayat 2 dan 4 dijelaskan bahwa “ tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profsi” . PERMENKES no 647 Th 2000 memberi penekanan bahwa praktek yang dilakukan harus sesuai dengan standar yang dibuat oleh organisasi profesi. Standar profesi yang dimaksud adalah sesuai dengan tututan profesi yang seharusnya ditampilkan.
H. STANDAR DAN PENERAPANYA
Dimana kedudukan standar dalam pelayanan?. Kalau kita bicara standar berarti bicara mutu (lihat gambar dibawah). Kita sudah mempunyai standar praktek keperawatan (Lampiran) untuk itu kita perlu pelajari bersama. Dalam kesempatan ini penulis tidak membehas secara rinci satu persatu isi standar, tetapi ingin memberi penekanan pada bagaimana kita menerapkan standar dan bagaimana mengembangkannya.
Perawat saat ini mempunyai standar asuhan keperawatan yang dibuat oleh depkes tahun 1993 dan sudah di buat monitoringnya, dimana sekarang dipakai untuk akriditasi Rumah Sakit. Dan PPNI 1999, sudah membuat standar praktek keperawatan yang baru diperkenalkan pada saat MUNAS VI di Bandung tahun 2000. Sekarang masalah yang kita hadapi adalah bagaimana mengembangkan standar secara terus menerus, agar standar yang kita buat PPNI benar-benar membuktikan tentang pelayanan yang bermutu.
Mutu pelayanan kesehatan :
- Standar pelayanan harus jelas
- Peraturan dari profesi
- Konsumen/ Pemerintah
- Belajar seumur hidup
- Monitor standar
PENERAPANNYA:
Dari gambar diatas sejelas hubungan antara standar dan kualitas, standar dan organisasi profesi dan standar dengan konsumen atau pemerintah yang mengontrol kualitas dan standar dengan belajar seumur hidup. Sejarah membuktikan bahwa belajar sendiri telah dilakukan oleh profesi perawat sejak tahun 1850 yang dilakukan oleh Florence Nightingale. Dia menyatakan bahwa setiap hari beliau mengelola ruangan yang besar, mencoba merenung sendiri di RS. Pengetahuan hukum alam tentang hidup dan mati untuk manusia tidaklah sulit kalau kita mau belajar dari pengalaman dan pengamatan yang hati-hati karena ini merupakan kiat. Kita mesti belajar sepanjang hidup .
Dengan kemajuan teahnologi yang cepat di tahun 1970-1980 keperawatan terlihat hanya menerapkan ilmu. Luther memperkirakan bahwa tiap dua tahun muncul generassi baru keperawatan. Setiap pendidikan keperawatan formal harus terus memperhatikan tentang pengetahuan apa yang dibutuhkan perawat untuk belajar. Dari sini jelas praktek keperawatan yang efektif tergantung dari kemampuan perawat belajar dari pengalaman.
Tough (1978) memperkirakan bahwa 70 % dari orang dewasa belajar dari pengalaman untuk meningkatkan kemampuannya dan dari penelitian ada indikasi bahwa wanita lebih banyak menggunakannya. Untuk mampu mengembangkan standar, perawat perlu menyadari segala keterbatasannya dan kebutuhan belajar apa ? untuk meningkatakan mutu pelayanan dari praktek setiap hari. PPNI perlu mendorong ini sebagai sponsor untuk mendampingi perawat dalam menentukan kebutuhan belajar.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sale, D. (1987). Perkembangan Professional untuk Perawat , Health services Manpower review,
2. Sutopo, Drs,MPA, Suryanto, Adi, Drs,M.Si, 2003, Pelayanan Prima Bahan Ajar Diklat Prajabatan Golongan III (Edisi Revisi I), Jakrata : Lembaga Administrasi Negara RI
3. Hunt, D ; Michael, C (1983). Mentorship. a career training in development tool. Academy of management review 3 : 475-485.
5. Armitage, P and Burnard, P (1991). Mentor or Preceptors? Narrowing the theory- practice gap. Nurse education today, 11, 225-229.
6. Burnard, P (1990). The student experience, adult learning and mentorship revisited. Nurse Education Today 10 (4), 349-345.
7. Butterworth, T and Faugier, J and Burnard, P ( 1998 ) ,2nd ed . Clinical supervision and mentorship in nursing. Stanley Thornes, London.
8. Barr, N. J and Desnoyer, J. M, ( 1988). Career development for the professional nurse: a working model, The journal of continuing education in nursing, 19 (2) , 68-72.
0 komentar:
Posting Komentar