Pesan Rasulullah SAW Kepada Fathimatuz Zahra 19 April, 2008
Posted by ndelon in Umum.Tags: Fatimah, Islam, Istri, Muhammad, nasehat, Suami
trackback
Pesan Rasulullah SAW Kepada Fathimatuz Zahra
Hingga kini, dunia masih terus mengenangnya. Tidak sedikit
tetes air mata mengalir tatkala mengingat kebesarannya. Malu
rasanya membandingkannya dengan keadaan kita saat ini. Rasa
haru seketika menyeruak kalau membaca kembali kisah-kisah
perjuangannya; ketika dengan penuh kasih sayang ia mengusap
darah suaminya seusai perang dan merawatnya dengan penuh
perhatian; saat ia mengambil air sendiri dengan berjalan
jauh hingga membekas di dadanya; begitu beraninya ia
menginap di rumah Rasulullah sementara ‘Ali suaminya,
menggantikan tempat tidur Muhammad SAW saat orang-orang
kafir Quraisy mengepung.
Fathimah Az Zahra sangat besar perjuangannya. Tidaklah
berlebihan jika Rasulullah menegaskan, atas dasar
kecintaannya, bahwa manusia pertama yang kelak duduk
mendampinginya di surga tidak lain adalah Fathimah. Dia
adalah putri dari seorang yang suci. Dia sendiri suci. Dari
rahimnya yang suci, kita pernah mendengar nama besar Hasan
dan Husain. Ia juga melahirkan Zainab yang dari
keturunannyalah kelak Imam Syafi’i mendapat tempat dan
perlindungan.
Imam Nawawi Al Bantani pernah menuliskan keagungan Fathimah
Az Zahra ketika berbicara masalah hak dan kewajiban suami
istri bersama Rasulullah.
Nabi SAW bersabda kepada putrinya, Hai Fathimah, setiap
istri yang membuatkan tepung untuk suami dan anak-anaknya,
maka Allah mencatat baginya memperoleh kebajikan dari setiap
butir biji yang tergiling, dan menghapus keburukannya serta
meninggikan derajatnya.
Hai Fathimah, setiap istri yang berkeringat di sisi alat
penggilingnya karena membuatkan bahan makanan untuk
suaminya, maka Allah memisahkan antara dirinya dan neraka
sejauh tujuh hasta.
Hai Fathimah, setiap istri yang meminyaki rambut
anak-anaknya dan menyisirkan rambut mereka dan mencucikan
baju mereka, maka Allah mencatatkan untuknya memperoleh
pahala seperti pahala orang yang memberi makan seribu orang
yang sedang kelaparan, dan seperti pahala orang yang memberi
pakaian seribu orang yang telanjang.
Hai Fathimah, setiap istri yang mencegah kebutuhan
tetangganya, maka Allah kelak akan mencegahnya (tidak
memberi kesempatan baginya) untuk minum air dari telaga
Kautsar pada hari kiamat.
Hai Fathimah, tetapi yang lebih utama dari semua itu adalah
keridhaan suami terhadap istrinya. Sekiranya suamimu tidak
meridhaimu, tentu aku tidak akan mendo’akan dirimu.
Bukankah engkau mengerti, hai Fathimah, bahwa ridha suami
itu menjadi bagian dari ridha Allah, dan kebencian suami
merupakan bagian dari kebencian Allah.
Hai Fathimah, manakala seorang istri mengandung, maka para
melaikat memohon ampun untuknya, dan setiap hari dirinya
dicatat memperoleh seribu kebajikan dan seribu keburukannya
dihapus. Apabila telah mencapai rasa sakit (menjelang
melahirkan) maka Allah mencatatkan untuknya memperoleh
pahala seperti pahala orang-orang yang berjihad di jalan
Allah. Apabila ia telah melahirkan, dirinya terbebas dari
segala dosa seperti keadaannya setelah dilahirkan ibunya.
Hai Fathimah, setiap istri yang melayani suaminya dengan
niat yang benar, maka dirinya terbebas dari dosa-dosanya
seperti pada hari dirinya dilahirkan ibunya. Ia tidak keluar
dari dunia (yakni mati) kecuali tanpa membawa dosa. Ia
menjumpai kuburnya sebagai pertamanan surga. Allah
memberinya pahala seperti seribu orang yang berhaji dan
berumrah, dan seribu malaikat memohonkan ampunan untuknya
hingga kiamat.
Setiap istri yang melayani suaminya sepanjang hari dan malam
hari disertai hati yang baik, ikhlas dan niat yang benar,
maka Allah mengampuni dosanya. Pada hari kiamat kelak
dirinya diberi pakaian berwarna hijau, dan dicatatkannya
untuknya pada setiap rambut yang ada di tubuhnya dengan
seribu kebajikan, dan Allah memberi pahala kepadanya
sebanyak seratus pahala orang yang berhaji dan berumrah.
Hai Fathimah, setiap istri yang tersenyum manis di muka
suaminya, maka Allah memperhatikannya dengan penuh rahmat.
Hai Fathimah, setiap istri yang menyediakan diri tidur
bersama suaminya dengan sepenuh hati, maka ada seruan yang
ditujukan kepadanya dari langit. “Hai Wanita, menghadaplah
dengan membawa amalmu. Sesungguhnya Allah telah mengampuni
dosa-dosamu yang berlalu dan yang akan datang.”
Hai Fathimah, setiap istri yang meminyaki rambut suaminya
demikian pula jenggotnya, memangkas kumis dan memotong
kuku-kukunya, maka Allah kelak memberi minum kepadanya dari
rahiqim makhtum (tuak jernih yang tersegel) dan dari sungai
yang ada di surga. Bahkan Allah kelak akan meringankan beban
sakaratul maut. Kelak dirinya akan menjumpai kuburnya
bagaikan taman surga. Allah mencatatnya terbebas dari neraka
dan mudah melewati sirath (titian). (bay/Uqudul Lujain karya
Imam Nawawi Al Bantani, dari buku Disebabkan Oleh Cinta,
Fauzil Adhim)
Hingga kini, dunia masih terus mengenangnya. Tidak sedikit
tetes air mata mengalir tatkala mengingat kebesarannya. Malu
rasanya membandingkannya dengan keadaan kita saat ini. Rasa
haru seketika menyeruak kalau membaca kembali kisah-kisah
perjuangannya; ketika dengan penuh kasih sayang ia mengusap
darah suaminya seusai perang dan merawatnya dengan penuh
perhatian; saat ia mengambil air sendiri dengan berjalan
jauh hingga membekas di dadanya; begitu beraninya ia
menginap di rumah Rasulullah sementara ‘Ali suaminya,
menggantikan tempat tidur Muhammad SAW saat orang-orang
kafir Quraisy mengepung.
Fathimah Az Zahra sangat besar perjuangannya. Tidaklah
berlebihan jika Rasulullah menegaskan, atas dasar
kecintaannya, bahwa manusia pertama yang kelak duduk
mendampinginya di surga tidak lain adalah Fathimah. Dia
adalah putri dari seorang yang suci. Dia sendiri suci. Dari
rahimnya yang suci, kita pernah mendengar nama besar Hasan
dan Husain. Ia juga melahirkan Zainab yang dari
keturunannyalah kelak Imam Syafi’i mendapat tempat dan
perlindungan.
Imam Nawawi Al Bantani pernah menuliskan keagungan Fathimah
Az Zahra ketika berbicara masalah hak dan kewajiban suami
istri bersama Rasulullah.
Nabi SAW bersabda kepada putrinya, Hai Fathimah, setiap
istri yang membuatkan tepung untuk suami dan anak-anaknya,
maka Allah mencatat baginya memperoleh kebajikan dari setiap
butir biji yang tergiling, dan menghapus keburukannya serta
meninggikan derajatnya.
Hai Fathimah, setiap istri yang berkeringat di sisi alat
penggilingnya karena membuatkan bahan makanan untuk
suaminya, maka Allah memisahkan antara dirinya dan neraka
sejauh tujuh hasta.
Hai Fathimah, setiap istri yang meminyaki rambut
anak-anaknya dan menyisirkan rambut mereka dan mencucikan
baju mereka, maka Allah mencatatkan untuknya memperoleh
pahala seperti pahala orang yang memberi makan seribu orang
yang sedang kelaparan, dan seperti pahala orang yang memberi
pakaian seribu orang yang telanjang.
Hai Fathimah, setiap istri yang mencegah kebutuhan
tetangganya, maka Allah kelak akan mencegahnya (tidak
memberi kesempatan baginya) untuk minum air dari telaga
Kautsar pada hari kiamat.
Hai Fathimah, tetapi yang lebih utama dari semua itu adalah
keridhaan suami terhadap istrinya. Sekiranya suamimu tidak
meridhaimu, tentu aku tidak akan mendo’akan dirimu.
Bukankah engkau mengerti, hai Fathimah, bahwa ridha suami
itu menjadi bagian dari ridha Allah, dan kebencian suami
merupakan bagian dari kebencian Allah.
Hai Fathimah, manakala seorang istri mengandung, maka para
melaikat memohon ampun untuknya, dan setiap hari dirinya
dicatat memperoleh seribu kebajikan dan seribu keburukannya
dihapus. Apabila telah mencapai rasa sakit (menjelang
melahirkan) maka Allah mencatatkan untuknya memperoleh
pahala seperti pahala orang-orang yang berjihad di jalan
Allah. Apabila ia telah melahirkan, dirinya terbebas dari
segala dosa seperti keadaannya setelah dilahirkan ibunya.
Hai Fathimah, setiap istri yang melayani suaminya dengan
niat yang benar, maka dirinya terbebas dari dosa-dosanya
seperti pada hari dirinya dilahirkan ibunya. Ia tidak keluar
dari dunia (yakni mati) kecuali tanpa membawa dosa. Ia
menjumpai kuburnya sebagai pertamanan surga. Allah
memberinya pahala seperti seribu orang yang berhaji dan
berumrah, dan seribu malaikat memohonkan ampunan untuknya
hingga kiamat.
Setiap istri yang melayani suaminya sepanjang hari dan malam
hari disertai hati yang baik, ikhlas dan niat yang benar,
maka Allah mengampuni dosanya. Pada hari kiamat kelak
dirinya diberi pakaian berwarna hijau, dan dicatatkannya
untuknya pada setiap rambut yang ada di tubuhnya dengan
seribu kebajikan, dan Allah memberi pahala kepadanya
sebanyak seratus pahala orang yang berhaji dan berumrah.
Hai Fathimah, setiap istri yang tersenyum manis di muka
suaminya, maka Allah memperhatikannya dengan penuh rahmat.
Hai Fathimah, setiap istri yang menyediakan diri tidur
bersama suaminya dengan sepenuh hati, maka ada seruan yang
ditujukan kepadanya dari langit. “Hai Wanita, menghadaplah
dengan membawa amalmu. Sesungguhnya Allah telah mengampuni
dosa-dosamu yang berlalu dan yang akan datang.”
Hai Fathimah, setiap istri yang meminyaki rambut suaminya
demikian pula jenggotnya, memangkas kumis dan memotong
kuku-kukunya, maka Allah kelak memberi minum kepadanya dari
rahiqim makhtum (tuak jernih yang tersegel) dan dari sungai
yang ada di surga. Bahkan Allah kelak akan meringankan beban
sakaratul maut. Kelak dirinya akan menjumpai kuburnya
bagaikan taman surga. Allah mencatatnya terbebas dari neraka
dan mudah melewati sirath (titian). (bay/Uqudul Lujain karya
Imam Nawawi Al Bantani, dari buku Disebabkan Oleh Cinta,
Fauzil Adhim)